UNAIR NEWS – Gubernur Jawa Timur Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa, M.Si., mengisi Kelas Inspiratif Kegiatan Modul Nusantara di Gedung Grahadi pada Sabtu sore (8/1/2022). Kelas yang dihadiri mahasiswa dari berbagai penjuru daerah itu bertajuk “Dukungan Pemerintah Daerah Mewujudkan Pembangunan Pendidikan Dalam Keberagaman dan Kemajemukan Berbasis Budaya Lokal”.
Kelas inspiratif itu merupakan salah satu dari empat jenis kegiatan utama mahasiswa dari luar Pulau Jawa yang tergabung dalam program Pertukaran Mahasiswa Merdeka Dalam Negeri (PMM-DN). Dihadapan 31 mahasiswa yang hadir secara luring dan 389 mahasiswa secara daring, Khofifah menguak persoalan kultural yang berjenjang hingga ke kesejahteraan.
Sebelum mengawali paparannya, Khofifah membagikan buku kepada mahasiswa yang hadir. Buku tersebut berisi potret sepak terjang perjalanan dan kiprahnya untuk pergerakan bangsa.
“Beberapa kisah perjalanan yang saya jalani, saya bersapa dengan masyarakat di Papua, NTT, dan daerah yang berbatasan dengan Timor leste. Saya mendapat informasi bahwa mereka butuh sesuatu tetapi tidak dapat mengakses berbagai program perlindungan sosial. Karena mereka tidak punya KTP,’’ ucap gubernur Jatim yang juga Ketua IKA UNAIR itu.
Pihaknya juga membeberkan bahwa problem tidak punya KTP karena tidak punya KK. Tidak punya KK, sambungnya, karena tidak bisa membayar belis atau pemberian mas kawin dari pihak calon pengantin laki-laki kepada pihak calon pengantin perempuan. Hal itulah yang mempersulit pemberkasan, sehingga anak tidak bisa mendapat akta kelahiran.
“Hingga pada suatu malam saya diberi kesempatan untuk bertemu pemimpin di sana, saya menyampaikan bahwa tidak semua orang bisa membayar belis. Padahal Rasulullah membolehkan hanya dengan bentuk besi kotak kecil, yah setidaknya itu sebagai penanda,’’ ucapnya. “Di luar dugaan, tepuk tangan riuh, ternyata suasana itu yang ingin mereka dapatkan telah didengar pemimpin mereka,’’ lanjutnya.
Melalui proses panjang, suara Gubernur Khofifah disepakati, hingga akhirnya munculah resepsi pernikahan bhineka tunggal ika.
Selanjutnya, dikatakan bahwa dari kemiskinan struktural itu, terdapat satu kabupaten sebanyak 85% anak-anak tidak memiliki akta kelahiran. Khofifah membantu 2500 pasangan selama 10 bulan untuk mencicil buku catatan perkawinan.
Pihaknya tidak menginginkan jika program kesehatan, pendidikan dan lain-lain yang difasilitasi pemerintah tidak bisa diakses masyarakat sana. Hal itu lantaran hanya karena persoalan administratif yang erat kaitannya dengan budaya. Menurutnya sinergi adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa, menyelesaikan persoalan sendirian, terlebih monopoli tafsir. Khofifah juga menambahkan pendekatan pembangunan tidak bisa dilakukan secara simetris.
“Orang jakarta tidak bisa menafsir kebutuhan masyarakat NTT, Papua, Sumut hanya dengan pendekatan memotretnya dari jakarta, itu tidak bisa. beda infrastruktur, beda SDM-nya, beda ekosistemnya,’’ ungkap Mantan Menteri Sosial Indonesia itu.
Melalui kesempatan ini, Khofifah berharap agar tetap bisa menjalin kebhinekaan dalam nafas indonesia.
‘’Mudah-mudahan kehadiran mahasiswa semua di sini bisa menjadi episentrum bhineka tunggal ika, tentunya kembali dengan tetesan kesejahteraan yang lebih,’’ tutupnya.
Penulis: Viradyah Lulut
Editor: Nuri Hermawan